INDO EKSPRES.COM– MH
Lombok, Indo Ekspres – Peresean adalah permainan tradisional khas suku Sasak di Pulau Lombok, yang melibatkan keahlian ketangkasan dan olah kanuragan dalam memukul menggunakan alat penjalin (rotan) serta menangkis menggunakan ende (tameng).
Para pemain Peresean dikenal sebagai pepadu, sementara wasit atau yang mengadu dalam arena pertarungan disebut pekembar.
Dikatakan bahwa Peresean sebelumnya digunakan sebagai tarung adat atau alat untuk menguji keberanian seorang laki-laki Sasak yang telah dewasa.
Tempat mereka akan ditempa oleh tokoh agama atau orang tua mereka dengan berbagai praktik spiritual yang disempurnakan dengan kombinasi seni bela diri (seni bela diri, pengeluaran dan pertempuran).
Untuk menguji praktik-praktik tersebut, diadakan pertarungan peresean yang disaksikan langsung oleh para tetua adat. Pertandingan akan berhenti jika salah satu pemain mengalami luka dan dianggap sebagai kalah.
Pendapat lain juga menyatakan bahwa Peresean dahulunya digunakan sebagai ritual untuk memohon hujan. Ketika kemarau panjang terjadi, masyarakat suku Sasak akan memainkan peresean di tengah sawah. Permainan ini akan berakhir jika salah satu peserta mengalami luka, dan dipercaya bahwa hujan akan turun setelahnya.
Namun pada perkembanganya saat ini, peresean dipentaskan sebagai sarana penyambutan para tamu atau wisatawan yang berkunjung ke Pulau Lombok.
Secara umum terdapat tiga tahapan sebelum pelaksanaan peresean dimulai,
1). Persiapan tempat dan alat, umumnya pelaksanaan peresean dilaksanakan ditempat terbuka, dengan daerah tarungan berbentuk persegi yang berukuran 20 X 20 meter.
Sedangkan alat peresean berupa penjalin (rotan) dengan panjang 150 cm dan dibalut dengan lima ikatan benang merah pada batangnya sebagai makna keberanian. Kemudian ende (tameng) terbuat dari kulit sapi atau kerbau yang berbentuk persegi panjang berukuran 60 cm dan lebar 40 cm.
2). Sebelum memulai peresean, setelah tempat dan peralatan telah disiapkan dengan baik, para pekembar (wasit) yang terdiri dari pekembar tengaq (wasit tengah) dan dua pekembar sedi (wasit pinggir) memasuki arena dengan diiringi musik gamelan yang merdu.
Dalam peresean, terdapat tiga jenis irama musik pengiring. Pertama, gending pengempoh atau lagu pemanggil, dimainkan untuk menarik perhatian masyarakat sekitar agar datang menyaksikan pertandingan. Kedua, gending pengadok/perangsang atau lagu penggugah, dimainkan saat para pekembar mulai mencari dan mencocokkan para petarung.
Selanjutnya, gending pengalus atau lagu penghalus akan dimainkan sebagai akhir dari pertarungan. Irama pada gending ini didominasi oleh suara suling dengan tujuan untuk meredakan ketegangan antara kedua pepadu dan menenangkan suasana di arena peresean.
3. Pada tahap Pencarian Pepadu, setelah pekembar masuk ke dalam arena pertandingan dan semua instrumen pendukung telah siap, saatnya para pepadu dari masing-masing paguyuban menempati posisi yang telah dipilih oleh mangkunya atau pembina mereka.
Selanjutnya, para pepadu melakukan proses pencocokan untuk mencari lawan tanding. Setelah menemukan lawan, langkah berikutnya adalah menyiapkan segala atribut yang diperlukan, seperti sapuq, kereng, dan bebet.
Sapuq adalah kain pelindung kepala yang harus digunakan dalam peresean. Biasanya terdapat dua jenis sapuq yang umum digunakan. Pertama, sapuq tekep pindang yang menutupi seluruh bagian kepala, menandakan bahwa pepadu ingin bermain dengan teknik dan lambat.
Kedua, sapuq alif nganjeng dengan model terikat melingkar tanpa menutupi bagian atas kepala, dan terdapat simpul yang membentuk huruf alif atau garis lurus di bagian depan kepala. Sapuq ini menandakan bahwa pepadu ingin bermain dengan gaya terbuka dan cepat.
Kereng (Sarung) adalah pakaian panjang yang dipakai Pepadu saat bertarunh. Kereng juga merupakan tanda yang digunakan para Pepadu untuk berkomunikasi dengan lawan.
Jika Pepadu memakai sarung pendek, ini indikasi Pepadu akan bermain jarak jauh dan kecepatan lebih cepat.
Namun, jika Anda menggunakan sarung poros panjang atau ujung tongkat Anda menyentuh tanah, itu berarti Anda ingin memusatkan permainan lebih dekat.
Terakhir, ada Bebet atau dasi panjang yang digunakan Pepadu untuk diikatkan di pinggang. Normalnya, bebet tersebut memiliki panjang 100 hingga 150 cm dan dililitkan di pinggang Pepadu.
Selain sebagai ikat pinggang, bebet merupakan tanda atau simbol yang menunjukkan batasan bagian tubuh yang boleh atau tidak boleh dipukul lawan. Bagian tubuh yang berada di bawah Bebet merupakan bagian yang tidak dapat dipukul oleh lawan. yang diperbolehkan adalah bagian atas Bebet, mulai dari pinggang hingga kepala.(MH)