Musim Kemarau Berkepanjangan: Warga NTT Komsumsi Air dari Batang Pisang

Musim Kemerau Berkepanjangan: Warga NTT Komsumsi Air dari Batang Pisang
Musim Kemerau Berkepanjangan: Warga NTT Komsumsi Air dari Batang Pisang. Gambar: Mongabay.co.id

Manggarai, Indo Ekspres Musim kemarau yang berkepanjangan atau El Nino, menyebabkan beberapa daerah di NTT kekurangan sumber air, baik untuk sektor pertanian serta untuk konsumsi masyarakat.

Musim kemarau yang melanda NTT sebagian besar memang sudah diprediksi oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) NTT sebelumnya. Rahmatulloh Adji, Kepala Stasiun Klimatologi kelas II NTT, mengingatkan kewaspadaan terhadap ancaman bencana kekeringan pada dasarian I dan II Oktober 2023.

“Diperlukan kewaspadaan terkait ancaman bencana kekeringan karena berpengaruh ke sektor pertanian dan ketersediaan air tanah”, jelasnya.

Ramalan BMKG tersebut, nyatanya sebuah mimpi buruk bagi masyarakat yang mengalami bencana kekurangan air dampak dari El Nino.

Dampak Kekeringan Terhadap Masyarakat

Masyarakat Kelurahan Sulamu, Kec. Sulamu Kab. Kupang, NTT mengalami kekurangan air bersih setelah air sumur mereka mengering. Sebagai respone dari situasi yang menyulitkan itu, pihak Kepolisian Resor (Polres) Kupang Polda Nusa Tenggara Timur mendistribusikan 5.000 liter air bersih untuk warga.

Kapolres Kupang AKBP Anak Agung Gde Anom Wirata membenarkan hal itu. “Dampak kekeringan yang terjadi di Kabupaten Kupang semakin terasa, banyak sumur warga mengering sejak musim kemarau melanda daerah itu”, jelasnya.

Hal yang samapun terjadi pada warga RT 013/RW 06, Dusun Klotong, Desa Bura Bekor, Kec. Bola, Kab. Sikka, NTT. Kesulitan mendapatkan air bersih, terpaksa masyarakat harus mengonsumsi air dari batang pisang.

Yoseph Rizal, seorang warga setempat menjelaskan situasi yang menyulitkan mereka itu.”Sejak bulan delapan kami konsumsi air dari batang pisang karena air tangki yang kami beli sudah habis dan tampungan di bak juga sudah habis”, jelasnya.

Menurut Yoseph warga setempat mereka hanya menaruh harapan pada air hujan yang ditampung di bak, namun rendahnya curah hujan karena musim kemarau membuat mereka kehilangan sumber air.

Selain itu juga, mereka harus membeli air tangki untuk kebutuhan sehari-hari, dengan harga 250 Ribu per tangki yang berisikan 5 liter. Bagi masyarakat yang tidak mampu terpaksa harus mengeruh air dari batang pisang.

Kesulitan Petani Menghadapi Musim Kemarau

Akibat musim kemarau yang panjang, berdampak juga pada sektor pertanian. Hal ini terjadi pada persawahan di Cancar, ibukota Kec. Ruteng, Kab. Manggarai, banyak padi yang mengering karena kekurangan air.

“Akibatnya sawah tidak dapat pasokan air yang memadai. Padi pun layu dan mati”, jelas Alsel Robi, pemilik sawah.

Selain masyarakat Cancar di Manggarai, hal serupa juga dialami oleh warga Desa Holur Kambata, Kec. Umbu Ratunggay, Kab. Sumba Tengah, NTT.

Masyarakat kesulitan mendapatkan air lantaran irigasi tidak berfungsi akibat kekeringan, sehingga lahan persawahan kering total dan gagal panen.

Menurut Andy, petani, pengerjaan sawah pada musim kering sama sekali tidak mendatangkan keuntungan. Sehinggga, mereka terpaksa kembali ke sistem lama dalam mengerjakan sawah.

“Kami kembali ke sistem lama, yakni sistem sawah tadah hujan”, jelasnya.

Menurut BMKG sendiri, untuk awal musim hujan di NTT sebanyak 19 atau 32% dari 28 Zona Musim (ZOM) akan turun hujan November 2023 meliputi beberapa kabupaten di Flores, Timor dan Sumba. Sedangkan untuk 68% ZOM lainya akan memasuki musim hujan pada Desember mendatang. Adapun puncak musim hujan di NTT diperkirakan memasuki Februari 2024 sebanyak 16 ZOM atau 57%.

Share withe your media social

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *