Ekonomi Bisnis : Nilai Tukar Rupiah Memburuk Jelang Lengsernya Jokowi

Nilai Mata Uang Rupiah Indonesia, Ilustrasi by Pinterest (INDOESKPRES/MH)

INDOEKSPRES.COM

INDO EKSPRES.COM – Pemerintah tidak boleh tinggal diam seiring nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang anjlok hingga Rp 16.400 per dolar. Sekalipun Jokowi pensiun, mohon jangan terulang krisis keuangan tahun 1998.

Mohammad Faisal, direktur eksekutif Center for Economic Reform (CORE), mengatakan tekanan terhadap mata uang rupiah benar-benar mengganggu perekonomian. Ini akan menjadi sangat penting bagi kehidupan komunitas kecil.

Menurut Faisal, alasannya karena harga komoditas di dalam negeri pasti akan naik. Saat ini, harga-harga relatif tinggi dan masyarakat kelas menengah ke bawah menjerit. Selain itu, seiring dengan kenaikan harga, upah juga turun.

Pengusaha juga terkena dampaknya. Depresiasi nilai tukar rupiah berdampak pada kenaikan biaya produksi. Sebab, sebagian besar bahan baku industri di Tanah Air masih diimpor. Diberitakan Inilah.com pada 18 Juni 2024, pada Selasa (18 Juni 2024) di Jakarta, Faisal mengatakan, “Ketika pengusaha ingin menaikkan harga, daya beli masyarakat saat ini sedang bagus. benda.”

Faisal juga menyebutkan sejumlah sektor yang mungkin terkena dampak pelemahan rupiah. Misalnya, industri farmasi semakin berubah dan bahan bakunya masih diimpor. “Demikian pula industri otomotif dan elektronik yang menghasilkan produk seperti handphone, laptop dan masih banyak industri lainnya,” ujarnya.

Nairul Huda, Direktur Ekonomi Pusat Penelitian Hukum Ekonomi (CELIOS), menekankan penguatan dolar akan mempengaruhi harga energi. Terutama minyak tanah (BBM).

Selama ini Indonesia banyak mengimpor minyak dari luar negeri, ujarnya. Harga ditetapkan berdasarkan nilai tukar dolar. “Ada kekhawatiran pemerintah akan memotong subsidi bahan bakar. Jika hal itu terjadi, inflasi kemungkinan akan membaik.”

Ia mengatakan, kondisi perekonomian global saat ini semakin tidak menentu. Ada kemungkinan bagi investor untuk mentransfer aset ke dolar AS. Karena dianggap lebih aman dan populer.

“Selanjutnya eksportir akan mengalihkan sebagian besar perolehan devisanya dari ekspor ke luar negeri,” jelasnya. (MH)

 

Share withe your media social

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *