Manggarai, Indo Ekspres – Salah satu persoalan yang ramai diperdebatkan pada masyarakat Manggarai adalah kasus penjualan tanah. Fenomena ini terjadi pada sebagian orang di berbagai tempat di Manggarai. Tulisan ini lahir atas keprihatinan penulis akan hilangnya aset luhur itu dari masyarakat lokal. Sehingga, terdorong untuk memberikan pengertian dan pemahaman sehubungan dengan pentingnya nilai tanah itu sendiri serta menawarkan solusinya.
Sang Ilahi memberikan tanah sebagai anugerah kepada manusia untuk digunakan demi kelangsungan hidupnya, tempat berpijak. Pada intinya tanah memiliki peranan vital bagi keseluruhan hidup di bumi, dikutip dari Kompas, (7/7/2022). Tanpa adanya tanah atau suatu lahan manusia tak bisa mendirikan sebuah bangunan untuk ia bisa menetap dan hidup diatasnya.
Menjual Tanah Bukan Solusi Terakhir
Menjual tanah bagi Masyarakat Manggarai seperti sudah menjadi budaya populer. Banyak orang mempraktekan hal ini, salah satu daerah yang terkenal dengan budaya menjual tanah adalah Labuan Bajo, ibukota kabupaten Manggarai Barat, NTT. Banyak masyarakat pribumi menjual tanah kepada pemilik modal dan orang asing untuk pengembangan usaha seperti resor, kafe, restoran, dan hotel. Dikutip dari Lintasntt.com, (22/11/2013).
Baca Juga: Pantai Nanga Banda: Potret Dulu dan Kini serta Harapan Masa Depan
Ada juga kasus yang serupa di pesisir pantai utara Manggarai. Penduduk lokal menjual tanah, kepada orang China. Salah satu contoh di Desa Satar Punda Barat, Kec. Lamba Leda Utara, Kab. Manggarai Timur. Orang China telah mengambil alih kepemilikan banyak tanah masyarakat lokal ketika prona dilakukan pada tahun 2022 lalu.
Tentunya, kita menyadari ada berbagai macam alasan dibalik menjual tanah, semisal, orang menjual tanah untuk urusan biaya sekolah anak dan membiaya pengobatan keluarga yang sakit. Namun, terlepas dari apapun alasan. Menjual tanah bukanlah alasan terakhir atau final reason, yang mesti ditempu.
Alternatif Pengelolaan Tanah yang Berkelanjutan
Dalam hal ini, kita dapat menggunakan alternatif mengelola tanah dengan baik dan bijak demi keberlangsungan perekonomian yang bersifat berkelanjutan. Penduduk lokal dapat berkolaborasi dengan pengusaha untuk hak guna usaha dengan opsi perpanjangan waktu. Sehingga, baik kedua pihak bisa saling menguntungkan.
Masyarakat dapat mengelola tanah tersebut sebagai lahan pertanian yang cocok untuk menanam tanaman seperti cengkeh, kelapa, kakao, mente, kopi, kemiri, dan lainnya sesuai konteks dan potensi tanahnya. Bisa dijadikan lahan peternakan. Selain itu, masyarakat bisa mengolahnya untuk jadikan lahan persawahan dan ladang yang bisa menaman sayur-sayuran yang bisa mendatangkan uang.
Di perkotaan, pemilik modal dan masyarakat lokal dapat berkolaborasi serta bekerja sama dalam kontrak tanah dengan waktu yang disepakati. Misalnya untuk membuka kos-kosan, kafe dan juga restoran. Hal ini bisa menjamin hak atas kepemilikan tanah untuk keberlangsungan hidup masyarakat lokal itu sendiri dan generasis selanjutnya, serta bisa menopang perekonomian.
Sebagai dampak dari menjual tanah adalah penduduk lokal semakain terpojokan. Mereka hanya bisa menjadi penonton atas usaha dari para pemilik modal atas tanah mereka. Tuan tanah menjadi budak diatas tanah sendiri. Ini lucu tapi nyata.
Kerugian dari Penjualan Tanah
Di Labuan Bajo, pemilik modal mendirikan usaha mereka atas tanah pembelian dari penduduk lokal semau mereka. Hal itu berdampak pada keberlangsungan perekonomian mereka yang semakin meningkat.
Menguntungkan membeli tanah dari penduduk asli daripada mengeluarkan biaya dari kantong mereka sendiri. Sementara di lain pihak, penduduk lokal terus mengalami kesulitan serta makin terpuruk. Uang yang dapat dari hasil menjual tanah tidak menjamin perekonomian mereka dalam skala berkelanjutan.
Menjual tanah sebagaimanpun merupakan tindakan yang merugikan. Kendati kita mendapat upah dari hasil penjualan tanah tersebut, namun semuanya bersifat temporal, hanya sesaat saja. Apalagi, upah dari penjualan tanah tidak dikelola secara bijak. Kerugian dalam hal ini yakni hilagannya atas hak kepemilikan tanah serta hak guna usaha atas tanah.
Perlu disadari bahwa tanah tidak pernah lahir atau bertambah. Tanah tetap seperti apa adanya. Tentu, kita bersyukur kepada nenek moyang atau para leluhur yang bersusah payah, mendapatkan sebidang tanah. Mereka sadar bahwa anak cucu mereka sangat membutuhkan tanah sebagai wadah untuk mereka bisa memanfaatkanya dengan cara mengolahnya demi menopang perekonomian mereka.
Pemerintah Harus Berpihak Kepada Masyarakat Lokal
Pemerintah semestinya berpihak pada masyarakat lokal dengan cara menyuntik modal untuk penduduk lokal bisa mengeloh tanah mereka sendriri. Upaya ini membantu mereka dalam hal meningkatkan perekonomian demi keberlangsuangan hidup mereka.
Penting untuk menyadari bahwa masyarakat kelas bawah yang mendapat keuntungan dari hasil pertanian adalah para pemilik tanah. Oleh sebab itu, pemerintah sebenarnya terpanggil untuk mengompanyekan menanam tanaman seperi cengkeh, kakao, mente, kemeri susuai dengan potensi tanah yang ada. Dan jadikan lahan untuk budidaya ternak. Upaya ini bisa mendatangkan keuntungan bagi penduduk lokal.
Masyarakat lokal harus dengan mudah mengakses pasar hasil pertanian mereka, jadi pemerintah juga harus memperbaiki infrastruktur yang kurang baik.
Selain dari pada itu, pemerintah melakukan sosialisasi tentang pentinganya menajaga hak milik atas tanah. Sebab, Tanah tidak membutuhkan manusia, hanya manusialah yang selalu membutuhkan tanah. (Pewarta/Erwin).
Editor: Irwan